Dituntut Hukuman Mati, Brigadir Medi Bantah Membunuh dan Memutilasi Pansor

Terdakwa Brigpol Medi Andika saat membacakan pembelaannya di sidang lanjutan kasus pembunuhan dan mutilasi M Pansor di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu (5/4/2017).
Bagikan/Suka/Tweet:

Zainal Asikin|Teraslampung.com

BANDARLAMPUNG — Sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan pembelaan (pledoi) terdakwa Brigpol Medi Andika yang dituntut jaksa penuntut umum dengan hukuman mati kasus mutilasi anggota DPRD Bandarlampung, M Pansor kembali digelar di Pengadilan Negeri, Kelas 1A Tanjungkarang, Rabu (5/4/2017).

Dalam pleodinya, Medi tetap tidak mengaku dan bersekukuh tidak melakukan pembunuhan terhadap rekannya M Pansor yang ia kenal delapan tahun yang lalu. Oknum anggota polisi lulusan S2 hukum ini mengatakan, jika keluarganya, tetap mempercayai kalai dirinya bukanlah sebagai pembunuh seperti apa yang telah dituduhkan kepadanya.

“Saya tidak membunuh, palagi sampai memotong-motong tubuh saudara Pansor. Tidak mungkin hal itu saya lakukan,”ujar Medi di hadapan majelis hakim di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu (5/4/2017).

Medi meminta kepada Majelis Hakim yang menyidangkan perkaranya, mencari kebenaran perkara tersebut dengan sesungguhnya. selain itu juga, Medi meminta kepada pihak keluarga korban, untuk mencari kebenaran tersebut.

BACA: Dintunjukkan Foto Potongan Kepala Pansor, Brigadir Medi Andika Menangis dan Mengaku Menyesal

“Dalam persidangan ini, saya selalu ditemani keluarga korban. Oleh karena itu, carilah kebenaranya dan saya mohon maaf kepada ibu, istri dan keluarga besar saya,”ucapnya.

Medi meyakini, bahwa keluarga besarnya tidak mempercayai kalau dirinya telah melakukan pembunuhan terhadap Pansor, dan hal itu tidak mungkin dilakukan olehnya.

“Keluarga saya meyakini, saya bukan pembunuh dan tidak mungkin saya lakukan. Saya bersumpah, kalau saya bukanlah pembunuh. Saya berharap, Majelis hakim bertindak seadil-adilnya dan mendapatkan kebenaran yang sebenar-benarnya,”ungkap Medi dalam pembelaanya.

Sementara Kuasa Hukum Medi, Sopian Sitepu mengatakan, hingga saat ini, belum ada bukti-bukti kongrit yang dihadirkan jaksa penuntut umum dalam persidangan.

“Kami selalu menanyakan bukti-bukti kongkritnya, dan JPU tidak dapat menghadirkan. Kami menganggap, hal ini terlau dipaksakan,”ungkapnya.

BACA: Kasus Pembunuhan dan Mutilasi Anggota DPRD Bandarlampung, Inilah Alibi Brigadir Medi Andika

Sopian menganggap, jika tuntutan hukuman mati yang diberikan JPU kepada kliennya Medi, tidaklah sesuai dengan hak asasi manusia. Hukuman mati pun di Indonesia, masih menjadi pro dan kontra.

“JPU tidak dapat menghadirkan bukti-bukti kongkrit, tidak ada satu saksi pun yang dapat menjelaskan atas latar belakang apa Medi melakukan pembunuhan,”ungkapnya.

Sopian tidak menampik, kalau kliennya membuang potongan tubuh Korban Pansor bersama temannya Tarmidi. Selain membuang potongan tubuh korban, Medi juga menjual mobik milik korban. Namun adakah saksi mata, ataupun saksi-saksi dipersidangan dapat membuktikan seperti apa pembunuhan tersebut dilakukan Medi.

“Di persidangan, tidak ada saksi mata yang menyebutkan bagaimana cara Medi menbunuh korban. Barang bukti yang digunakan pun, tidak pernah dihadirkan dipersidangan,”terangnya.

Dikatakannya, dalam perkara tersebut, ia mempersilakan kliennya dihukum. Tapi harus sesuai aturan, dan harus sesuai fakta persidangan. Jika barang bukti yang diminta tidak dapat dihadirkan, apakah hal tersebut bukannya mengada-ada.

“Beberapa bukti yang kami minta untuk diperlihatkan, sampai saat ini kami tidak melihatnya. Ya silahkan hukum, jika memang betul Medi ini bersalah. Tapi jangan menghukum, orang yang tidak melanggar hukum,”pungkasnya.

Ikuti perkembangan kasus ini di: Pembunuhan Anggota DPRD Bandarlampung