Feaby Handana | Teraslampung.com
Kotabumi–Sekretaris Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Lampung Utara, Yustian Adhinata membantah turut menikmati aliran dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) tahun anggaran 2017-2018 sebesar empat persen. Bahkan, menurutnya, keterangan yang disampaikan itu menjurus pada fitnah.
BACA: Dugaan Korupsi Rp2,1 Miliar, Kadis Kesehatan Lampura Jadi Tersangka
Nama Yustian pertama kali disebut oleh Joni Anwar, kuasa hukum Maya Metissa kepada wartawan, Senin (5/10/2020). Kala itu, Joni menyebutkan bahwa kliennya memang mengakui adanya pemotongan dana BOK sebesar 10 persen. Namun dari jumlah pemotongan tersebut, kliennya hanya mendapat bagian sebanyak 4 persen, sedangkan 4 persen lainnya mengalir pada YA. Lalu sisanya sebanyak 2 persen lagi, mengalir pada DP.
”Saya enggak pernah bertemu, komunikasi baik lewat WA, telpon dengan beliau (Maya Metissa). Jadi, saya tegaskan saya tidak pernah terima sesuatu apa pun dari beliau,” kelitnya saat dikonfirmasi, Kamis (8/10/2020).
Apa yang disampaikannya itu telah ia sampaikan juga di depan Jaksa Penuntut Umum dalam sidang persidangan. Saat itu, ia hadir sebagai saksi dalam persidangan kasus potongan BOK 2017-2018 dengan terdakwa Maya Metissa.
BACA: Kadiskes Lampung Utara Bantah Terapkan Sistem Informasi Satu Pintu
Kendati demikian, dalam persidangan memang disebutkan adanya pemotongan dana tersebut. Pemotongan dana itu disebutkan oleh bendahara Dinas Kesehatan, Novrida Nunyai. Seluruh dana hasil pemotongan itu diserahkan pada Maya Metissa.
“Keterangan ini disampaikan oleh bendahara Dinas Kesehatan (Novrida Nunyai) dalam persidangan,” kata dia.
Lantaran tidak sesuai dengan yang disampaikannya, Yustian menganggap, penyebutan namanya dalam kasus dugaan korupsi BOK fitnah baginya. Ia akan berkonsultasi untuk mengkaji apakah langkah yang terbaik terkait fitnah itu usai sidang.
“Menurut saya itu fitnah, tapi saya menunggu dulu hasil persidangan (sebelum menentukan langkah),” jelasnya.
Kasus dugaan korupsi BOK tahun anggaran 2017-2018 yang menjerat Maya Metissa semakin berkembang. Maya yang didakwa melakukan pemotongan sebesar 10 persen dari besaran dana BOK dimaksud ternyata tidak sendiri. Hal itu disampaikan oleh kuasa hukum Maya Metissa, Joni Anwar kepada wartawan, Senin (5/10/2020)
Menurut Joni, kliennya mengakui adanya pemotongan dana BOK sebesar 10 persen. Namun dari jumlah pemotongan tersebut, dirinya hanya mendapat bagian sebanyak 4 persen, sedangkan 4 persen lainnya mengalir pada YA. Lalu sisanya sebanyak 2 persen lagi, mengalir pada DP.
BACA: Tertutup Soal Informasi, Dinas Kesehatan Lampung Utara tak Ramah kepada Wartawan
“Total potonganan dana BOK sebesar 10 persen tersebut sebanyak Rp2,1 miliar. Dari jumlah itu menurut klien kami, beliau hanya mendapat bagian 4 persen. Kemudian 4 persen untuk YA dan sisanya 2 persen untuk DP. Saya meminta ada azas keadilan terhadap klien saya juga ditegakkan. Mereka yang diduga menerima pemotongan itu harus juga mempertanggungjawabkan perbuatannya,” terang Joni.
Menurut Joni, perbuatan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) selalu dilakukan secara bersama-sama bukan individual.
“Intinya ini dugaan tipikor pemotongan anggaran BOK 2017 dan 2018. Yang perlu kita cermati tipikor tidak mungkin hanya dilakukan hanya satu orang, pasti akan dilakukan secara berjamaah. Sementara ini yang baru menjadi terdakwa adalah Kadisnya saja,” katanya.
Joni Anwar juga menegaskan bahwa pernyataan Novrida Nunyai di PN Tipikor Tanjungkarang beberapa waktu lalu, yang mengatakan bahwa pemotongan aliran dana BOK di Dinkes Lampura sebesar 10% tersebut sepenuhnya mengalir kepada Maya Metissa itu tidak benar adanya.
“Kita lihat saja nanti, fakta di persidanganya,” ujarnya .
Lalu berdasarkan fakta persidangan, saksi Novrida Nunyai membenarkan barang bukti berupa catatan potongan dana BOK termasuk yang disimpan di dalam komputer telah dia hapus dan dibakar.
“Berdasarkan keterangan saksi Novrida Nunyai di persidangan, saksi mengakui bahwa, barang bukti berupa catatan dia musnahkan dengan cara dibakar di kantor Dinkes Lampura, sementara yang tersimpan di dalam komputer (Excel) juga telah dihapusnya. Ini perlu diungkapkan sehingga menjadi terang benderang,” kata Joni Anwar.
BACA: Keanehan dalam Program Dinas Kesehatan Lampura yang Diduga Bermasalah
Namun Joni tidak merinci siapa YA dan apa jabatannya serta keterkaitan atau perannya dalam kasus tersebut. Begitupun dengan DP. Namun dari berbagai informasi valid yang diperoleh, hanya ada satu nama YA di jajaran Pemkab Lampura. Yakni yang kini menjabat sebagai Sekretaris Badan Pengelola Keuangan dan Aset (BPKA) Lampura. Ketika kasus tersebut terjadi, YA menjabat sebagai Kabid Perbendaharaan BKPA. Sedangkan DP merupakan Ketua Tim Sekretariat BOK Dinkes Lampura tahun 2017-2018.