Hasil Referendum: Skotlandia tetap dalam Rengkuhan Inggris Raya

Bagikan/Suka/Tweet:
Surat suara referendum Skotlandia. (dok BBC)

EDINBURGH, Teraslampung.com — Skotlandia memutuskan untuk tetap berada di Inggris Raya setelah hasil pemungutan suara diumumkan.Hasil pemungutan suara di 31 dari 32 wilayah menunjukan bahwa sebanyak 1.914.187 orang menolak referendum dan 1.539.920 mendukung.

Secara nasional, tiap kubu hanya perlu sekitar 1.852.828 suara untuk menang.
Pemungutan suara ini adalah puncak dari kampanye yang dilakukan selama dua tahun.
Menteri Pertama Skotlandia, Alex Salmond, mengatakan pihaknya menerima kekalahan.

“Saya menerima hasil ini dan saya meminta semua warga Skotlandia untuk mengikuti dan menerima hasil demokratis ini, ” kata Salmond, Sabtu (20/9)

Dia juga meminta agar kelompok-kelompok pro-persatuan agar menepati janjinya untuk memberikan kekuasaan yang lebih besar pada Parlemen Skotlandia.

Glasgow, wilayah terbesar di Skotlandia dan kota terbesar ketiga di Inggris Raya mendukung kemerdekaan dengan 194.779 suara melawan 169.347, begitu juga wilayah Dundee, West Dunbartonshire dan North Lanarkshire. Namun, warga negara yang beribu kota di Skotlandia itu Edinburgh menolak referendum dengan 194.638 suara melawan 123.927.

Warga Skotlandia hari Kamis (18/09) menggelar referendum untuk memutuskan apakah Skotlandia akan berpisah dari Inggris Raya.

Jika Merdeka Skotlandia tak akan Seperti Timor Leste

Isu pemisahan diri bukan hanya berkaitan dengan politik, tapi juga ekonomi yang mungkin bisa mencegah gagasan kemerdekaan.

Referendum Skotlandia misalnya memunculkan pertanyaan, apakah Klikekonomi Skotlandia bisa stabil bila berpisah dari Inggris.

Mantan Presiden dan Perdana Menteri Timor Leste Jose Ramos Horta, berpendapat jika Skotlandia berpisah dari Inggris, Skotlandia tidak akan mengalami kendala dalam bidang ekonomi, seperti yang pernah dialami Timor Leste ketika berpisah dari Indonesia.

“Untungnya Skotlandia sudah sejahtera, dijalankan oleh pemerintah yang baik dengan ekonomi dan administrasi publik yang kuat, memiliki masyarakat yang berpendidikan tinggi dan tidak ada perang. Tidak ada kebutuhan untuk adanya kekerasaan, tidak akan ada kekerasaan dalam bentuk apapun,” kata Horta.

Bagi Timor Leste bukan soal ekonomi yang menjadi alasan utama untuk merdeka namun lebih bernuansa politik.

Beberapa daerah di Indonesia, juga sempat diwarnai dengan gagasan referendum kemerdekaan, seperti Papua dan Aceh, dengan masing-masing permasalahannya.

Otonomi Daerah

Guru besar sosiologi Universitas Airlangga, Hotman Siahaan, berpendapat pemberian otonomi daerah dapat menjadi salah satu jawaban untuk mencegah referendum kemerdekaan.
“Daerah yang ingin meningkatkan kesejahteraannya lebih baik dengan memilih opsi otonomi daerah,” ujar Hotman kepada wartawan BBC Indonesia Rizki Washarti.

“Dengan otonomi itu, pemerintah daerah harus sudah memulai memikirkan kesejahteraan rakyatnya. Karena mereka sudah mendapat kekuasaan politik yang lebih luas,” kata Hotman.

Meski demikian otonomi bukan satu-satunya jalan keluar dari niat referendum.
Skotlandia, contohnya, sudah menikmati otonomi yang disebut devolutiondengan kekuasaan pemerintah dan parlemen wilayah yang meluas, tapi tetap ada isu ekonomi serta budaya.

Sumber: BBC