Kontras Ragu Komitmen HAM Jokowi-Prabowo Muncul di Debat Capres

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yati Andriani. Dok TEMPO
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yati Andriani. Dok TEMPO
Bagikan/Suka/Tweet:

TERASLAMPUNG.COM — Komisi Nasional untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) memprediksi komitmen penegakan hak asasi manusia dari dua pasang calon presiden-wakil presiden tak terungkap dalam debat capres pertama. Koordinator KontraS Yati Andriyani mengatakan debat berpotensi menjadi formalitas belaka.

“Padahal seharusnya momen debat dapat menjadi ruang untuk menguji jejak rekam dan gagasan, juga komitmen kedua calon dalam isu HAM,” kata Yati dalam konferensi pers di kantornya, Kramat II, Jakarta Pusat, Jumat, 11 Januari 2019.

Yati membeberkan catatan KontraS ihwal rekam jejak dua kandidat presiden dalam isu HAM. Di satu sisi Prabowo diduga terlibat dalam penculikan dan penghilangan aktivis 1997/1998. Namun, mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu tak pernah diadili di pengadilan militer. Prabowo hanya dipecat dari keanggotaan tentara.

Menjelang pemilihan presiden 2014, Surat Dewan Kehormatan Perwira (DKP) tentang pemberhentian Prabowo Subianto tersebar di sosial media. Isu itu semakin kencang ketika Jenderal TNI (Purnawirawan) Fachrul Razi membenarkan substansi surat keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang beredar luas di sosial media dalam sebuah wawancara di salah satu stasiun televisi swasta pada 2014.

Di sisi lain, KontraS memiliki catatan mengenai banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi selama empat tahun pemerintahan Joko Widodo. Catatan itu pernah dirilis dalam momentum empat tahun pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla dan akhir tahun 2018.

Beberapa catatan di antaranya kegagalan Jokowi menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, maraknya persekusi terhadap kelompok minoritas, kriminalisasi pembela HAM, dan sebagainya. Hingga Oktober tahun lalu, misalnya, KontraS mencatat ada 488 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Menurut Yati persoalan bermula lantaran Komisi Pemilihan Umum bersikap tidak tegas dalam sejumlah hal tentang debat. Yati menilai KPU akomodatif dan kompromistis terhadap kedua tim pasangan calon presiden dan wakil presiden. Sebaliknya, kata dia, KPU kaku dalam menanggapi respons dan kritik publik.

Yati membeberkan ada tiga persoalan yang dikritik KontraS. Pertama, diberitahukannya pertanyaan debat kepada pasangan capres-cawapres sebelum debat berlangsung. Kedua, dibatalkannya penyampaian visi misi pasangan calon presiden-wakil presiden yang difasilitasi KPU. Ketiga, pertanyaan panelis debat yang tak menyinggung ihwal contoh kasus.

Yati menilai KPU hanya mengedepankan kemauan dan kepentingan para kandidat yang beralasan tak ingin dipermalukan dalam debat. Kata dia, sikap KPU ini malah mereduksi esensi tema HAM dan kualitas debat. Bukan cuma itu, keputusan KPU itu juga dinilai berdampak pada originalitas gagasan para calon.

“Ada kecenderungan debat ini untuk menutupi kekurangan dan kelemahan dua kandidat di bidang HAM,” ujar Yati.

Debat pertama pilpres 2019 akan digelar pada 17 Januari 2019 mengangkat tema hukum, HAM, korupsi, dan terorisme. Acara itu ditayangkan secara langsung oleh Televisi Republik Indonesia, Radio Republik Indonesia, Kompas TV, dan Rajawali TV.

KPU menetapkan debat capres akan berlangsung secara terbuka dan tertutup. Dalam debat terbuka, para kandidat akan menjawab pertanyaan yang disusun panelis dan diberitahukan kepada mereka. Adapun dalam debat tertutup, para calon diberi kesempatan saling melontarkan pertanyaan.

Tempo.co