Mantan Rektor UNJ – Tokoh Pendidikan Prof. Dr. Conny R Semiawan Wafat

Prof. Conny Semiawan memaparkan 4 Road Map Revitalisasi Pedagogik pada sebuah acara yang dihelat para alumni UNJ, di Rapat Besar Gedung Bung Hatta, lantai 5, Rabu, 16 Oktober 2019. Foto: IKA UNJ/unj.ac.id
Bagikan/Suka/Tweet:

TERASLAMPUNG.COM — Kabar duka datang dari dunia pendidikan. Guru besar dan mantan Rektor IKIP Jakarta (sekarang Universitas Negeri Jakarta/UNJ), Prof. Dr. Conny R. Semiawan (90 tahun) wafat di RS Siloam, Mampang, Kamis, 1 Juli 2021, pukul 09.21 WIB.

Jenazah perempuan rektor pertama di Indonesia itu dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Jeruk Purut, Jakarta Selatan, Kamis sore pukul 14.30. WIB.

Semasa menjabat rektor selama dua periode (1984-1992), Prof. Conny Semiawan dikenal dekat dengan para mahasiswa, terutama para mahasiswa yang kritis. Ia juga banyak dikenang para mantan mahasiswanya sebagai sosok yang melindungi.

Menurut Rektor UNJ, Prof. Komarudin, salah satu warisan sistem pendidikan yang ditinggalkan Prof. Conny adalah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif).

“CBSA menjadi tonggak penting paradigma pendidikan di Indonesia,” kata Komarudin.

Menurut Komarudin, kurikulum berdiversifikasi juga merupakan pemikiran Prof. Conny. Kurikulum berderivikasi  membongkar paradigma pendidikan dari yang sentralistik ke desentralistik.

“Kita patut dan wajib meneladani dan meneruskan pemikiran-pemikiran besar beliau dalam memajukan pendidikan nasional. Apalagi UNJ menjadi basis pengembangan pemikiran pendidikan beliau, termasuk labschool di dalamnya. Semoga ilmu yg diajarkan beliau terus menjadi amal jariyah dan mengantarkan beliau ke syurga Allah SWT,” katanya.

Hal senada diungkapkan dosen Sosiologi Politik UNJ, Ubedilah Badrun.

“Prof. Conny berjasa besar dalam penerapan student-centered learning, pembelajaran yang berpusat pada siswa—bahwa siswa adalah subjek, bukan objek dalam pembelajaran. Maka saat itu populerlah “CBSA” (Cara Belajar Siswa Aktif), yang juga menjadi istilah bagi kurikulum yang berlaku saat itu. Kebijakan CBSA ini mirip kebijakan Merdeka Belajar saat ini. Jadi boleh dibilang, “Merdeka Belajar” sesungguhnya ide yang pernah dipraktikkan 35 tahun lalu,” kata Ubedilah, dalam kolomnya di Tempo.co, Kamis (1/7/2021).

Ubedilah mengungkapkan Prof. Conny juga banyak dikenang para mantan mahasiswanya karena melindungi mahasiswa ketika para mahasiswa berdemonstrasi untuk mengritik Orde Baru.

Ubedilah mengaku, pan oleh aparat keamanan bahwa kampus bisa diserbu aparat. Menurutnya Prof. Conny berani’pasang badan’ dengan mengatakan bahwa ada kebebasan mimbar akademik di kampus meminta apara keamanan (TNI/Polri) tidak masuk kampus. Conny menjamin mahasiswa tidak akan melampaui batas.

“Begitulah cara Prof. Conny melindungi mahasiswa saat akan direpresi aparat. Pada zaman Soeharto, tindakan tersebut sangat luar biasa,” katanya.

Pengalaman pernah dilindungi Prof. Conny diungkapkan mantan aktivis kampus UNJ, Syarif Yunus.

“Saat acara Bulan Bahasa HMJ Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia tahun 1992,kami berniat memanggil Mas Willy (penyair Rendra) ke kampus IKIP Jakarta. Setelah pasang spanduk di kampus, kami langsung dipanggi beliau. Maklum saat itu Rendra tergolong vokal. Mas Willy kala itu dilarang tampil di kampus di Indonesia. Saya katakan Rendra akan berceramah tentang proses kreatif dan daya kreatif. Tidak baca puisi. Dan Ibu Conny, hanya mengatakan ‘Bila kamu yakin, jalankan. Sekalipun ada risiko. Ibu akan hadir’,” kata Syarif.

Syarif mengatakan, Prof. Conny Semiawan benar-benar hadir pada acara tersebut. Bahkan menjadi penanya pertama. Seusai menjadi pembicara, Rendra ternyata membaca puisi. Hal itu karena didaulat panitia dan peserta.

“Setelah acara, Ibu Conny mengajak Mas Willy makan bersama,” katanya.

Prof. Conny R Semiawan lahir di Ngawi, Jawa Timur, pada 6 November 1930. Selain pernah menjabat sebagai Rektor UNJ, ia juga pernah menjadi Kepala Pusat Pengembangan Kurikulum Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Sebagai pakar pendidikan, selain menjadi guru besar di UNJ Conny juga menjadi guru besar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Ia masih aktif menulis dan berdiskusi hingga usia senja. Pada 2015, Prof. Conny R Semiawan menerima penghargaan dari Unesco karena dinilai berjasa di bidang pendidikan, kebudayaan, sains, dan komunikasi.