Opini  

Menggali Potensi Energi Listrik di Lampung

Bagikan/Suka/Tweet:

Mas Alina Arifin

Krisis listrik di Lampung sudah terjadi selama puluhan tahun. Sampai kini ridak ada tanda-tanda krisis akan berakhir. Yang terjadi justru krisis listrik makin parah. Ada sebagian warga Lampung (dan terutama perusahaan) pesta pora menikmati aliran listrik, sementara ratusan ribu warga lainnya kampungnya masih gelap gulita karena belum dialiri listrik. Keluhan yang jauh ”lebih panjang”, bahkan disertai amarah, sering dilontarkan pelanggan listrik PLN di seluruh Lampung karena PLN sering memadamkan aliran listrik secara semena-mena.

”Gara-gara listrik sering mati, alat elektronik kami banyak yang rusak!” teriak Ibu Rohana, 45, warga Gunungterang, Bandarlampung. ”Saya juga terpaksa belajar dengan penerangan lampu minyak!” kata Anisya, 16, seorang pelajar sebuah SMA Negeri di Bandarlampung.
PLN Wilayah Lampung memang sering menjadi sasaran amarah pelanggan sejak sepuluhan
tahun terakhir. Pelanggan merasa dirugikan karena listrik sering ”byar pet”. Itu sebenarnya juga terjadi di semua daerah di Pulau Sumatera. PLN beralasan tidak mampu mengatasi masalah listrik dalam tempo singkat karena memang keterbatasan daya.

Data di PLN Lampung menyebutkan, pertumbuhan permintaan pemasangan listrik di Lampung mencapai 12%, sementara daftar tunggu calon pelanggan mencapai 123.725 calon pelanggan. Daftar tunggu itu akan makin panjang dan pemasangan listrik ke desa-desa tak akan kunjung terealisasi jika persoalan utama energi listrik di Lampung tidak bisa segera diatasi.

Persoalan utama kelistrikan di Lampung, sebagaimana sering diungkapkan pejabat PLN,
adalah keterbatasan daya. Itu karena dari total pembangkit listrik yang ada di Lampung tidak mampu menghasilkan daya sesuai kebutuhan. Dalam kondisi normal, daya mampu semua pembangkit listrik di Lampung hanya 325 MW, padahal kebutuhan daya listrik pada
beban puncak di Lampung rata-rata 442 MW. Artinya, ada kekurangan daya sebesar 117 MW. Tambahan daya itu didapatkan dari interkoneksi Sumatera wilayah Sumbagsel.

PLTA Batutegi di Tanggamus dan PLTA Way Besai di Lampung Barat yang semestinya menjadi andalan PLN ternyata tidak mampu menyalurkan daya listrik secara optimal karena persoalan debit air tak cukup. Bahkan, beberapa kali PLTA Way Besai tidak bisa beroperasi.

Upaya yang dilakukan Pemda Lampung untuk mengatasi masalah listrik antara lain; (1) meningkatkan elektrifikasi Daerah Provinsi Lampung yang telah dimulai dari tahun 2000 dengan cara pembangunan Pembangkit listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), (2) Meningkatkan pengetahuan masyarakat desa dalam bidang
ketenagalistrikan khususnya dalam pengelolaan energi terbarukan skala kecil, (3) mengundang pihak swasta dalam rangka pengembangan, pengelolaan sumber energi alternatif utamanya energi baru terbarukan untuk pembangunan Pembangkit listrik di Provinsi Lampung, (4) memanfaatkan jalur lintasan pipa gas yang melalui Lampung .

Sementara itu, untuk mengatasi defisit daya, PLN saat ini sedang membangun beberapa pembangkit listrik. Antara lain PLTU Tarahan Unit 1 dan 2 dengan kapasitas 2 X 100 MW, PLTU Sebalang dengan kapasitas 2 X 100 MW, PLTU Ulubelu Unit 1 dan 2 dengan kapasitas 2 X 55 MW. Sejumlah pembangkit juga direncanakan dipercepat pembangunannya. Antara lain PLTP Rajabasa Unit 1 dan 2 berkapasitas 2 X 55 MW (rencana pembangunan pada 2012/2013, saat ini sumber panas bumi masih dalam tahap pelelangan), PLTP Way Ratai Unit 1 dan 2 berkasitas 2 x 3 MW. PLN juga melakukan optimalisasi PLTU Batutegi berkapasitas 2 X 14 MW.Agar operasi bisa secara maksimal, dibuatkan bendungan di
Sungai Way Sekampung (lokasinya di antara Waduk Batutegi – Bendung Argoguruh).

Ya, memang, soal kelistrikan di Lampung memang terdapat banyak ironi. Provinsi Lampung dengan luas daratan ± 35.288,35 KM² terdiri dari 12 Kabupaten dan 2 kota dengan 2.331 desa/kelurahan, dari jumlah desa/kelurahan tersebut yang berlistrik 1.533 desa/kelurahan sedangkan 624 desa/kelurahan belum dialiri listrik. Artinya, pada malam hari kawasan di ratusan desa itu gelap gulita.

Mengembangkn Potensi Energi

Sudah lama diketahui bahwa Lampung menjadi lumbung gula nasional (pemasok lebih dari 40 persen kebutuhan gula nasional), pengekspor udang terbesar, penghasil nanas kaleng untuk 26 persen kebutuhan dunia, penghasil tapioka terbesar (60 persen dari produk nasional), penghasil pisang cavandis terbesar di Indonesia, penghasil kopi terbesar di Indonesia (lebih dari 70 persen produksi kopi nasional), pusat penggemukan sapi terbesar di Indonesia.

Berkaitan dengan itu, dalam memandang persoalan kelistrikan selayaknya memang tak cuma dilihat dari sisi kebutuhan listrik bagi pelanggan rumah tangga. Ada baiknya juga dilihat dari sisi potensi ekonomi, terutama kaitannya dengan iklim investasi di Lampung. Dalam hal ini, janganlah sampai ada penilaian dari luar bahwa investasi besar di Lampung tidak prospektif karena ketersediaan listrik terbatas. Kondisi itu justru mestinya dibalik: investasi di sektor listrik di Lampung sangat potensial! Persoalannya tinggal bagaimana regulasi yang ada memberikan kemudahan bagi calon investor.

Provinsi Lampung sebenarnya cukup kaya dengan potensi energi terbarukan yang dapat dikembangkan untuk pembangkit listrik. Antara lain energi panas bumi di 13 lokasi dengan estimasi total potensi sebesar 2.945 MW. Jumlah itu menempatkan Lampung sebagai daerah ketiga terbesar di Indonesia yang memiliki potensi panas bumi.

Dari ribuan MW potensi daya itu, setidaknya sudah ada 800-an MW yang siap dikembangkan. Antara lain di Danau Ranau, Gunung Sekincau, Suoh Antata, Ulu Belu, Way Ratai, dan Kalianda. Kalau potensi ini benar-benar digali, maka persoalan krisis di Lampung akan segera diatasi. Namun, hal itu dengan catatan: kelebihan daya di Lampung tidak “disedot” begitu saja melalui jaringan interkoneksi Sumatera sehingga daya di Lampung tetap “kembang kempis”.

Hingga April 2010 saja, pengelolan panas bumi di Suoh, Lampung Barat akan dilelang. Pelelangan itu dilakukan setelah ada penelitian dan penetapan Kawasan Wilayah Pertambangan (WKP) oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Bila panas bumi dapat terkelola dengan baik, maka selain bisa mencukupi kebutuhan listrik masyarakat juga akan mendatangkan sumber pendapatan asli daerah bagi Lampung Barat. “Selain itu juga akan membuka peluang kerja bagi masyarakat. Diharapkan nantinya Lampung Barat akan lebih cepat berkembang,” kata Bupati Lampung Barat Mukhlis Basri.

Pemerintah Kabupaten Lampung Barat telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) terkait Penetapan Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Panas Bumi Sekincau Suoh oleh Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh. Luas lahan untuk potensi panas bumi itu mencapai 33.333 hektare, yang diprediksi menghasilkan listrik 430 MW.

Pemerintah Kabupaten Lampung Barat mengusulkan melalui surat Nomor. 522/260/II.11/2009, tentang penetapan WKP panas bumi Sekincau-Suoh. Kemudian, Bupati Lampung Barat pada tanggal 15 Juni 2009 mendapatkan surat undangan rapat dari Direktur Pembinaan Program Mineral Batubara dan Panas Bumi. Rapat tersebut menyepakati bahwa WKP panas bumi Sekincau-Suoh ditetapkan menjadi satu yang terdiri atas dua blok, yaitu blok Suoh dan blok Sekincau, sesuai dengan surat keputusan (SK) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.2478 K/30/MEM/2009, tentang Penetapan Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Panas Bumi Suoh-Sekincau.Muklis Basri mengatakan potensi panas bumi Suoh-Sekincau diharapkan akan bisa membantu mengatasi defisit listrik di Provinsi Lampung terutama di Lampung Barat.

“Utamanya adalah perdesaan yang hingga saat ini belum dialiri listrik,” ujarnya.

Selain potensi energi bersumber alam berskala besar dalam bentuk panas bumi, pengembangan listrik sebenarnya juga layak dilakukan dalam skala kecil. Potensi sumber air terjun di sejumlah pegunungan atau dataran tinggi di Lampung bisa dimanfaatkan untuk pengembangan mikrohidro. Meski hanya bisa untuk mengaliri listrik bagi puluhan rumah, pengembangan teknologi sederhana itu akan bermanfaat besar bagi penduduk yang belum bisa menikmati listrik PLN.