Warganya Kapok dengan Investasi Bodong, Titiwangi Kini Siap Jadi Desa Inklusi Keuangan Pertama di Lampung

Sekretaris Desa Titiwangi, Muh Barudin
Sekretaris Desa Titiwangi, Muh Barudin
Bagikan/Suka/Tweet:

Zainal Asikin | Teraslampung.com

LAMPUNG SELATAN — Desa Titiwangi, Kecamatan Candipuro, Lampung Selatan, pada 20 November 2019 akan diresmikan sebagai “Desa Inklusi Keuangan”. Selain menjadi desa pertama di Lampung yang menjadi Desa Inklusi Keuangan, peresmian itu juga menjadi sejarah baru bagi Titiwangi sebagai desa pertama di luar Pulau yang tercatat sebagai Desa Inklusi Keuangan.

BACA: Desa di Lamsel Ini Dicanangkan Sebagai “Desa Inklusi Keuangan” Pertama di Luar Pulau Jawa

Untuk bisa menorehkan catatan membanggakan itu, ternyata banyak pengalaman pahit yang sudah dialami warga Desa Titiwangi berkaitan dengan masalah investasi. Utamanya adalah investasi bodong yang beroperasi hingga pelosok desa.

Sekretaris Desa (Sekdes) Titiwangi, Muh Barudin, mengatakan masyarakat Desa Titiwangi dan khususnya Kecamatan Candipuro banyak jadi korban investasi bodong sejak tahun 2000 silam. Salah satu investasi bodong itu adalah SSI, warga banyak yang mengalami kerugian uang yang nilainya bervariasi hingga ratusan juta. Bahkan mereka juga, ada yang menjual lahan garapannya (sawah) serta ternak peliharaannya.

“Ada ratusan yang jadi korban investasi bodong SSI di Kecamatan Candipuro ini, kerugiannya bervariatif mulai Rp 50 juta hingga Rp 100 juta. Warga menyebut Investasi bodong SSI ini, dengan sebutan Sawah Sapi Ilang,”bebernya.

Pada  2013, kata Muh Barudin, di Kecamatan Candipuro pernah berdiri koperasi Baitul Maalwat Tamwil (BMT) Duta Jaya hingga tahun 2018. Saat itu warga dipameri keuntungan sebesar 5 persen.

“Warga langsung berbondong-bondong menaruh (menabung) uangnya di BMT tersebut,” katanya.

Begitu uangnya sudah ditabung dan memiliki banyak nasabah, masyarakat lagi-lagi jadi korban. Uang tabungan yang disetorkan bahkan sertifikat yang menjadi jaminan pembiayaan, dilarikan oleh pemilik BMT tersebut dengan dalih bangkrut (colaps) dan sampai saat ini tidak diketahui keberadaannya.

“Banyak masyarakat kena tipu di BMT itu, total uangnya miliaran. Koperasi seperti BMT ini merugikan, karena warga jadi korban investasi bodong lagi. Itu semua menjadi  pembelajaran. Ketika berinvestasi dengan badan usaha yang tidak jelas atau resmi, warga harus berhati-hati,”terangnya.

BACA: Sidorejo, Desa Nabung Saham Pertama di Lampung

Setelah beroperasi dan menjalin kerjasama dengan salah satu perbankan BUMN di Kecamatan Candipuro, kata Muh Barudin, jaminan keamanan harta benda tidak akan hilang dan warga merasa nyaman. Seiring meningkatnya ekonomi, masyarakat ingin terus berkembang untuk mencari pilihan lain.

“Kalau hanya dagang saja, saingannya sudah banyak. warga tidak puas hanya menabung dan mendapat bunga beberapa persen saja, warga ingin memiliki devisi usaha yang tenang dan mumpuni,”ucapnya.

Bahrudin mengatakan, setelah nanti diresmikan sebagai Desa Inklusi Keuangan dan memiliki Galeri, masyarakat akan diberikan arahan lebih banyak lagi supaya lebih mengenal apa itu OJK, pasar modal dan seperti apa perlindungan pemerintah. Kalau sudah paham, nantinya mereka akan menentukan pilihannya.

Dengan adanya Galeri, kata Bahrudin, akan lebih mudah berdampak positif ke desa-desa lain di Kecamatan Candipuro. Desa Titiwangi ini menjadi pusat kegiatan, dan sebagai jantungnya kota Kecamatan Candipuro.

“Desa Titiwangi ini juga memiliki konsep ‘Desa Siaga’. Jadi, informasi apa pun tetap siaga. Namanya di perdesaan, maka bagaimana kita menciptakan menuju desa modern dan berbasis digital,” katanya.

Terpisah, Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Lampung, Indra Krisna,  saat dikonfirmasi melalui ponselnya membenarkan, Desa Titiwangi, Kecamatan Candipuro, Lampung Selatan dicanangkan sebagai “Desa Inklusi Keuangan” pertama di Indonesia yakni luar Pulau Jawa dan pertama Provinsi lampung.

“Rencananya akan kita resmikan Desa Titiwangi ini sebagai “Desa Inklusi keuangan”, pada tanggal 20 November 2019 ini sekaligus meresmikan Galeri bursanya sebagai pusat pelayanan informasi,”ujarnya kepada teraslampung.com.

Menurut Indra, program “Desa Inklusi Keuangan” tersebut, dicanangkan secara nasional. Hal itu untuk mendekatkan pada penggunaan layanan industri jasa keuangan dan mengenalnya lebih dalam.

BACA: Kisah di Balik Sukses Sidorejo sebagai Desa Nabung Saham Pertama di Lampung

“Sehingga masyarakat tidak salah pilih dalam bertransaksi pada produk-produk lembaga keuangan. Kami meliterasi masyarakat dari berbagai produk lembaga keuangan, melalui program Desa Inklusi Keuangan. Program ini sudah dicanangkan secara nasional, tapi untuk desa Inklusi ini kita inisiasi di daerah masing-masing,”ungkapnya.

Indra mengatakan pihaknya bekerjasama dengan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) Provinsi Lampung, dan TPKAD ini yang pojaknya adalah literasi. Krena provinsi tidak punya daerah, dan yang punya daerah Kabupten maka lokusnya yang dipilih adalah kabupaten.

“Kebetulan yang terpilih di Lampung Selatan, yakni di Desa Titiwangi, Kecamatan Candipuro sebagai Desa Inklusi Keuangan,”tuturnya.

Indra Krisna mengutarakan, program “Desa Inklusi Keuangan” ini, adalah pemanfaat masyarakat dalam menggunakan produk keuangan dan cerdas menggunakan keuangan. Memberikan pemahaman kepada masyarakat desa mengenai jasa produk keuangan, agar mereka tidak terjerumus masuk dalam investasi tidak benar atau ilegal.

“Masyarakat akan didik supaya bisa melakukan investasi di tempat atau produk lembaga keuangan yang terdaftar resmi di OJK, tapi lebih khusus lagi yakni lembaga keuangan di pasar modal,” katanya.

Indra mengatakan, di Provinsi Lampung tepatnya di Desa Sidorejo, Kecamatan Sidomulyo, Lampung Selatan, sudah ada Desa Nabung Saham. Sekarang ditingkatkan lagi, tadinya nabung saham kini lebih daripada inklusi. Aktivitas literasi di program “Desa Inklusi Keuangan”  lebih untuk pembelajaran dan pemahanan kepada masyarakat.

“Program Desa Inklusi Keuangan ini metodenya hampir sama dengan Desa Nabung Saham. Hanya ada perbedaan sedikit di program tersebut. Kalau nabung saham, hanya nabung saham saja dan ada teorinya di situ,”terangnya.

Menurut Indra, literasi inklusi keuangan lebih memberikan pemahaman dan pembelajaran di dalamnya.

“Inklusi keuangan ini adalah literasi, sehingga diberikan pemahaman dan ada tugas-tugas lain disamping adanya Galeri, bisa juga menabung di bank atau di pasar modal. Untuk tahap pertama kita adakan Galeri dulu, Galeri ini produknya ya saham. Tapi ada yang lain juga, untuk itu nanti sajalah pelan-pelan karena ini adalah Desa Inklusi Keuangan,”kata dia.

Setelah paham, masyarakat akan diarahkan untuk berinteraksi dengan industrinya secara tepat dan tidak salah sasaran. Terutama di pasar modal yang terbilang masih awam bagi warga, khususnya yang ada di perdesaan.

“Namun kami juga melihat kebutuhan warga untuk layanan keuangan lainnya. Jadi program Desa Inklusi Keuangan lebih umum. Tidak hanya pasar modal yang disosialisasikan, melainkan ada asuransi, perbankan, pembiayaan (leasing) dan lainnya. Semua industri keuangan, ada di program inklusi keuangan,”pungkasnya.

Kepala Bursa Efek Indonesia (BEI) perwakilan Lampung, Hendi Prayogi menuturkan, secara berkelanjutan program “Desa Inklusi Keuangan” ini, akan terus menarik masyarakat untuk menggunakan produk jasa keuangan dan pastinya transaksi yang sesuai dengan potensi dan kebutuhan. Di tahap awal pasar modal, menjadi fokus untuk diperkenalkan.

“Kami melihat warga Desa Titiwangi, Kecamatan Candipuro, Lampung Selatan, memiliki potensi cukup besar menabung saham. Maka perlu dicanangkan melalui program Desa Inklusi Keuangan,”ungkapnya.

Kekuatan perekonomian warga di pedesaan, kata Hendi, sudah dibuktikan di Desa Sidorejo, Kecamatan Sidomulyo, Lampung Selatan melalui program “Desa Nabung Saham” yang sudah diresmikan pada bulan Februari 2018 lalu. Saat ini sudah memiliki 350 investor, dan investornya bukan warga dari Desa Sidorejo saja. Tapi dari berbagai desa dan kecamatan lain di Kabupaten Lampung Selatan, ada juga investor dari luar Kabupaten dan luar Provinsi Lampung.

“Untuk transaksinya di “Desa Nabung Saham” sekarang ini, rata-rata sudah mencapai Rp 18 miliar dalam perbulannya. Bahkan Desa Sidorejo, Kecamatan Sidomulyo, Lampung Selatan ini, menjadi contoh desa pertama di Indonesia dan di Provinsi Lampung yang sukses menjalankan program tersebut,”terangya.

Desa Titiwangi, Kecamatan Candipuro, Lampung Selatan, sudah 53 tahun berdiri dan saat ini dipimpin Kepala Desa (Kades) bernama Sumari yang memiliki jumlah penduduknya 7.000 jiwa dan 1.623 jumlah Kepala Keluarga (KK).

Masyarakat yang tinggal di Desa Titiwangi, mayoritas bekerja sebagai petani dan pedagang. Petani ada 60 persen, pedagang 30 persen dan 10 persen sisanya adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Desa tersebut memiliki luas wilayah sekitar 750 Ha, dengan batas-batas wilayah, Utara berbatasan dengan Desa Berigin Kencana, lalu sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Way Panji, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Trimokti dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Cintamulya dan Desa Sidoasri.