Opini  

Pemilu yang Memilukan dan Memalukan

Ghraito Arip Hartono
Ghraito Arip Hartono
Bagikan/Suka/Tweet:

Oleh: Ghraito Arip Hartono

Pemilihan umum atau yang biasa disebut sebagai pemilu di Indonesia lekat dengan suatu proses pemilihan pemimpin. Di Indonesia pemilu lekat sekali didasarkan terhadap prinsip-prinsip demokrasi. Akan tetapi, menuju Pemilu 2024, proses pemilihan yang di amanahkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017. Sebagaimana perwujudan kedaulatan rakyat pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.

Pemilu pada tahun ini tampaknya sangat memilukan dengan berbagai macam problem etika dan moral yang telah diputuskan oleh lembaga berwenang maupun yang dianggap melanggar nilai-nilai yang ada di masyarakat. Sungguh memalukan ketika sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang dianggap sebagai negarawan diputuskan melanggar etika akibat membuat keputusan yang tidak logis yang mengakibatkan lolosnya kerabat hakim menjadi calon wakil presiden melalui putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Dengan putusan itu banyak suara-suara masyarakat sipil melakukan penolakan dengan berbagai tindakan.

Di tengah situasi Pemilu yang memilukan para akademisi dari berbagai universitas menyuarakan keprihatinannya dengan berbagai penyikapan melalui petisi, deklarasi maupun seruan yang dibacakan di lingkungan kampus. Dimulai dari Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Islam Indonesia, Universitas Sriwijaya,Universitas Brawijaya dan Universitas Lampung serta banyak kampus lainnya. Prof. Arief Anshory Yusuf, PhD. yang merupakan Ketua Dewan Profesor Universitas Padjajaran Mengingatkan penguasa dengan mengatakan ” Kami (akademisi) selama ini ketiduran karena sibuk menulis jurnal dan mengajar tapi yang dilakukan pemerintah sekarang sudah keterlaluan, membangunkan raksasa tidur”. Sungguh dengan peringatan terserbut ditengah ramainya seruan terhadap pemerintah mestinya menjadi atensi khusus pemerintah untuk melakukan refleksi terhadap kelakuan buruk dan kekejamannya selama ini.

Terakhir, pada Senin, 5 Februari 2024 di tengah seruan para akademisi di Indonesia Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP RI) membacakan putusan bahwa Ketua dan Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) melanggar etika karena menerima pendaftaran pasangan calon presiden Prabowo Subianto- Gibran Rakabuming Raka.

Sekali lagi,  hal ini sungguh memalukan dan memilukan. Kekecewaan pun muncul dan di respons dengan berbagai aksi besar para mahasiswa diberbagai daerah. Kekecewaan berbagai masyarakat ini saya prediksi akan menjadi gelombang yang sangat besar bukan tidak mungkin bila kesalahan dan pelanggaran ini terus berlangsung dan kekecewaan masyarakat semakin membara maka reformasi jilid dua bisa terjadi.

Harapannya, sudah cukup pelanggaran-pelanggaran ini terjadi jangan sampai ini terus bergulir bak bola salju yang bisa saja melukai hati rakyat Indonesia. Penguasa mesti berbenah dan meminta maaf kepada rakyatnya dan kembali lagi kepada koridor demokrasi yang diharapkan oleh para founding father kita jangan sampai ternodai oleh kebobrokan moral dan etika para penyelenggara negara.***

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung