Soal Walikota Bandarlampung Ancam Pecahkan Kepala Wartawan, Ini Penjelasan Rakhmat Husein

Walikota Bandarlampung, Herman HN
Walikota Bandarlampung, Herman HN
Bagikan/Suka/Tweet:

TERASLAMPUNG.COM — Hari ini (9/11/2020) Walikota Bandarlampung menuai kritik banyak kalangan terkait dengan ucapannya yang hendak memecahkan kepala wartawan saat wartawan media lokal di Lampung mengajukan pertanyaan menohok terkait pilkada Bandarlampung.

BACA: Kecam Wali Kota Bandarlampung, AJI Minta Jurnalis tidak Beritikad Buruk

Terkait kemarahan Walikota Herman HN, staf khusus Walikota Bandarlampung Herman HN, Rakhmat Husein, mengungkapkan ada alasan yang menyebabkan Walikota Herman HN emosi dan marah besar.

Merujuk video yang tersebar di media online dan media sosial yang memuat momen wawancara berujung kemarahan Herman HN, Rakhmat Husein mengatakan bahwa berdasarkan rekaman video tersebut tampak jelas bahwa pertanyaan terakhir wartawan tersebut berisi ‘serangan’ terhadap Walikota Herman HN.

“Dalam video itu bisa dilihat, awalnya proses wawancara dengan beberapa jurnalis itu berjalan lancar sampai kemudian jurnalis Lampung TV yang siaran di Youtube bertanya soal pertanggungjawaban Kepala Bappeda yang diduga berkampanye untuk paslon walikota. Pertanyaan itu dijawab dengan santai  oleh Herman HN. Rupanya si jurnalis penasaran, terus diulang lagi bertanya soal itu. Dijawab lagi oleh Herman HN bahwa hal  masalah itu sudah ditangani oleh Bawaslu dan Inspektorat,” kata Husein.

Menurut Husein, Walikota Herman HN sudah benar dengan jawaban seperti itu. Sebab, kata dia,ASN yg diduga tidak netral memang harus di periksa Bawaslu dan Inspektorat.

“Soal sanksi ya kedua lembaga itu yang merekomendasikan sanksinya. Masih kurang puas juga, si wartawan yang bertanya lalu mengalihkan (mengganti) pertanyaannya dengan (pertanyataan) menyerang, seperti seorang yang sedang menginterogasi dengan menyangkutpautkan masalah itu dengan hal lain. Karena berulang ulang, akhirnya pertanyaaan itu menyulut emosi Walikota. Walikota Herman HN marah dan mengatakan akan memecahkan kepala,” kata Husein.

Soal luapan kemarahan dengan ungkapan akan memecahkan kepala, kata Husein, itu karena Walikota sudah emosi, karena dicecar seperti diinterogasi.

“Itu emosi sesaat. Buktinya  sampai hari ini belum ada juga kepala yang dipecahin,” kata Husein.

Husein menilai, berdasarkan rekaman video tersebut patut diduga adanya motivasi lain dari diulangnya pertanyaan itu oleh wartawan Lampung TV.

“Wartawan itu bukan polisi atau jaksa, ketika bertanya tentu bukan seperti orang menginterogasi atau seperti orang survei dengan mengajukan pertanyaan tertutup yang harus dijawab ya oleh responden,” katanya.

Husein mengatakan, dalam menjalankan tugas jurnalistik yang profesional, wartawan seharusnya bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat dan berimbang serta tidak beritikad buruk dalam melakukan tugasnya.

“Dari cara wartawan itu mencecar Walikota dengan pertanyaan yang seperti menginterogasi, kami menduga wartawan tersebut punya itikad buruk,” katanya.

Sebelumnya, kritik terhadap ucapan Walikota Herman HN disampaikan Ketua PWI Lampung Supriyadi Alfian dan Ketua AJI Bandarlampung Hendry Sihaloho.

Supriyadi menilai kemarahan Walikota Herman HN terhadap wartawan merupakan sikap arogan.

“Sebagai pejabat publik seharusnya memberikan contoh yang baik. Bukannya bertindak semaunya sendiri. Seorang pejabat memang memiliki hak untuk tidak menjawab pertanyaan wartawan, namun bukanya harus menjadi anti kritik. Saat dikonfirmasi oleh wartawan harusnya memberikan jawaban yang baik, bukan ditanggapi dengan pengancaman pemecahan kepala. Itu namanya pemimpin arogan,” katanya.

Sementara Ketua AJI Bandarlampung, Hendry Sihaloho, mengatakan pejabat publik dituntut berperilaku baik dan menjaga pembawaan. Kemudian, memegang teguh nilai-nilai moral serta etika pemerintahan. Atas dasar itu, tak patut Herman berbicara demikian, terlebih di hadapan jurnalis.

“Sebagai narasumber, wali kota punya hak tidak menjawab pertanyaan wartawan. Karena itu, tak perlu melontarkan ancaman. Cukup dijawab saja apa yang ditanyakan,” kata Hendry.

Hendry juga meminta para jurnalis mengedepankan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Pasal 1 KEJ mengingatkan wartawan bersikap independen dan tidak beriktikad buruk. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain, termasuk pemilik perusahaan pers. Sedangkan tidak beriktikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

“Wajib bagi pers untuk menjaga integritas dan independensi, terlebih pada tahun politik. Dalam konteks pemilu, pemilik media adalah ancaman serius dari independensi jurnalis dan profesionalisme pers. Karena itu, kami mengingatkan media dan jurnalis patuh kode etik,” katanya.